Bacaan: Lukas 2:41-52
Kita semua sepakat bahwa salah satu prinsip kehidupan adalah bertumbuh. Sesuatu disebut makhluk hidup adalah ketika ia mengalami pertumbuhan. Seekor piyik akan bertumbuh menjadi ayam dewasa. Biji buah durian yang ditanam akan mengalami pertumbuhan juga. Mula-mula biji itu mengeluarkan tunas, lalu mulai muncul daun, batangnya mulai menjulang hingga bertumbuh menjadi pohon durian yang besar. Begitu pula dengan manusia, seorang bayi yang lahir akan mengalami pertumbuhan ke atas hingga menjadi dewasa. Saat dewasa pertumbuhan itu juga masih mungkin terjadi, tapi bukan ke atas melainkan ke samping alias jadi gemooy.
Bagi manusia, pertumbuhan bukan hanya sekedar fisik, melainkan juga pertumbuhan pola pikir, emosi, dan tentu saja iman. Semakin bertumbuh fisiknya, maka pola pikir, emosi serta imanya haruslah mengalami pertumbuhan juga. Namun, nyatanya tidaklah selalu demikian. Adakalanya kita mengalami pertumbuhan secara fisik, namun pikiran, hati dan tutur laku hidup tidak ikut bertumbuh. Hal ini bisa terjadi lantaran kita tidak bertumbuh dalam kasih Allah. Kita tumbuh sembarangan. Kita tumbuh di luar cinta Allah.
Agar hidup kita tidak tumbuh liar, kita akan belajar bagaimana hidup yang bertumbuh dalam cinta Allah. Setelah kita merayakan kelahiran Yesus, kini kita diajak untuk melihat Yesus yang berumur 12 tahun dalam Injil Lukas 2:41-52. Kala itu, Yesus yang berusia 12 tahun bersama orangtuanya pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paska (ay. 42). Perjalanan dari Nazaret ke Yerusalem kira-kira menempuh waktu 4-5 hari. Perjalanan itu biasanya dilakukan dalam rombongan-rombongan besar yang terdiri dari orang sekampung dan sedaerah. Singkat cerita, perayaan berakhir dan mereka hendak kembali pulang. Di sini mungkin terjadi salah paham. Maria berpikir Yesus bersama Yusuf dan Yusuf berpikir Yesus bersama Maria. Yusuf dan Maria mencari mereka di tengah rombongan yang ada, namun karena tidak ketemu juga, mereka kembali ke Yerusalem (ay. 45).
Setelah tiga hari, mereka menemukan Yesus di Bait Allah. Ia sedang duduk mendengar para ulama mengajar. Bukan cuman itu. Yesus juga mengajukan sebuah pertanyaan. Nampaknya terjadi diskusi yang epik antara Yesus dengan para ulama hingga banyak orang di sana yang sangat heran dan mungkin takjub. Dialog yang terjadi menunjukkan pencarian Yesus yang mendalam tentang kehendak Sang Bapa. Usia memang masih pra-remaja namun punya kerinduan dan keinginan untuk belajar: mendengar dan bertanya.
Rasa heran juga menyelimuti Yusuf dan Maria. Lebih dari itu mereka cemas (ay. 48). Namun, rasa cemas itu direspon dengan pertanyaan, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?” (ay. 49). Terkesan arogan, namun sebenarnya tidak. Pertanyaan itu adalah pertanyaan polos anak berusia 12 tahun. Yesus heran dan bertanya, “Kamu mencari Aku? Mengapa?” Pertanyaan yang sama sekali tidak merendahkan dan jauh dari kearoganan. Toh, pada akhirnya Yesus kembali kepada Yusuf dan Maria, lalu mereka pulang ke Nazaret (ay. 51). Ia tetap patuh pada Yusuf dan Maria sebagai orangtua-Nya. Yesus yang adalah Pribadi Allah tetap menghargai dan menghormati.
Melalui kisah pra-remaja Yesus, kita bisa melihat bahwa bertumbuh dalam cinta Allah adalah bagaimana kita memiliki kemelekatan dengan Allah. Hal ini bisa terjadi ketika kita punya kerinduan untuk terus belajar: mendengar dan bertanya tentang firman-Nya. Tidak perlu alergi apalagi malu untuk mempertanyakan iman. Itu adalah proses pendewasaan iman. Proses itu akan menuntun kita semakin bertumbuh dalam cinta Allah sehingga kita juga mampu membagikan cinta kepada sesama. Dengan demikian, kehadiran kita boleh membawa sukacita bagi semesta. Selamat bertumbuh. Tuhan memampukan!
Pdt. Fo Era Era Gea