PEKA DAN RELEVAN
Dipublikasikan pada 15 Januari 2023
4 min baca

Bacaan: 1 Korintus 1: 1-9

Rugi rek! Libur Natal dan tahun baru kok ya semua pas jatuh pada hari Minggu. Ini masih ditambah lagi libur imlek mendatang, 22 Januari 2023 yang juga hari Minggu. Begitulah sekelumit percakapan yang sempat saya dengar. Barangkali memang tidak terlalu salah ungkapan tersebut, bilamana ditilik dari kerinduan dan kebutuhan untuk bisa menikmati libur di sela-sela hari kerja. Namun, saya berpikir baik juga untuk tidak hanya melihat hal ini dari sisi liburannya saja. Menurut saya, setidaknya ada perspektif lain yang perlu kita renungkan dan temukan maknanya, mengapa Natal pada tahun 2022 dan tahun baru 2023 bertepatan dengan hari Minggu. Ini bukan sebuah kebetulan. Ada maksud Tuhan di dalamnya. Sebagaimana yang kita tahu, ada banyak informasi dan prediksi kesukaran, bahkan kesuraman yang sampai kepada kita di saat kita menyongssong kehidupan pada tahun yang baru ini. Sentimen negatif menyeruak kuat di tengah kehidupan yang kita jalani, seolah-olah semua serba tidak baik. Di konteks dan suasana inilah, hari Minggu menjadi penting. Tuhan mau menunjukkan kepada kita bahwa Ia hadir menemani kita. Minggu mengingatkan kita tentang anugerah Allah. Pertama, terkait hari perhentian, kita diingatkan tentang semua karya Allah yang sungguh amat baik. Dengan demikian, mengakhiri dan mengawali tahun pada hari Minggu menegaskan hal positif, bahwa kita menjalani hidup dalam jaminan Allah yang terus berkarya mengerjakan apa yang baik buat kita. Kedua, terkait Paskah, hari Minggu mengingatkan tentang Kristus yang bangkit mengalahkan kuasa dosa. Dengan demikian, mengakhiri dan mengawali tahun pada hari Minggu menegaskan tentang hidup yang berkemenangan di dalam dan bersama Tuhan. Ini perspektif positif yang membangkitkan semangat dan pengharapan hidup, kita mesti peka melihatnya sehingga kita bisa berkata di dalam Tuhan: untung rek!

Peka terhadap Tuhan memang menjadi hal penting dalam ziarah iman kehidupan kita. Peka berarti mudah merasakan, mudah tergerak, mudah tanggap. Dalam konteks GKI Emaus, peka berarti peduli, adaptif dan kreatif. Nilai-nilai teologis kehidupan menggereja yang kita pegang dan upayakan terjemahan nyatanya dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sebuah ciri dan model hidup kita, selaku persekutuan gereja. Rasul Paulus, dalam rangka surat gembala kepada Jemaat Korintus pun menggemakan nilai kepekaan terhadap Tuhan. Pertama, umat diingatkan supaya peka atas jati dirinya, bahwa mereka merupakan umat yang kudus oleh karena Yesus Kristus dan dipanggil untuk hidup kudus bersama orang kudus di segla tempat (ay.2). Kedua, umat diingatkan supaya peka bahwa mereka merupakan umat yang disertai Allah (ay.3). Ketiga, peka bahwa mereka merupakan umat yang beroleh anugerah Allah, menjadi kaya dalam segala hal dan tidak kekurangan dalam satu karunia pun (ay.4-7). Keempat, peka bahwa mereka merupakan umat yang mendapat peneguhan agar hidup tak bercacat sampai kepada kesudahannya. Kelima, peka bahwa mereka adalah umat yang dipanggil Allah di dalam Yesus Kristus. Ia adalah Allah yang setia (ay.9).

Luar biasa! Lima hal sudah dan sedang terus Tuhan berikkan kepada kita. Pekakah kita atas hal ini? Kepekaan kita atas hal ini benar-benar teramat penting. Sebab kepekaan atas kelima hal di atas menjadi landasan pacu umat dalam rangka menjadikan kehidupan yang relevan, baik bagi dirinya, gereja dan lingkungannya. Hanya ketika kita, selaku umat Tuhan sungguh-sungguh peka atas Tuhan, dan peka atas semua karunia-Nya di tengah kehidupan kekinian kita (termasuk di masa pandemi), maka kita akan dimungkinkan dan dimampikan untuk menjadi relevan, yakni menghadirkan kehidupan yang berdampak guna merawat kehidupan. Peka dan relevan. Amin.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
18 Orang Membaca