MEMANDANG DIA ‘TUK MEMERCAYAKAN DIRI
Dipublikasikan pada 10 Maret 2024
7 min baca

Bacaan: Bilangan 21:4-9; Yohanes 3:14-21

Saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus,

Ketika hidup kita tertuju pada masa lalu, maka segala langkah kita di tengah kehidupan ini biasanya akan selalu mengarah pada upaya untuk mengulang masa lalu itu. Sehingga ketika kita merasa bahwa ternyata hidup kita di masa sekarang ini tidak lebih nikmat dibandingkan hidup kita di masa lalu, maka sikap yang muncul adalah penyesalan, sungut-sungut dan sikap-sikap negatif yang lain, yang seringkali tidak banyak membangun bagi kehidupan kita selanjutnya.

Bilangan.21:4-9

Sebagaimana pengalaman perjalanan bangsa Israel pada jaman Musa.

Perlawanan bangsa Israel terhadap Allah dan Musa dimulai ketika mereka mengarahkan pandangan mereka menuju pada kehidupan masa lalu mereka di Mesir. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka lontarkan menggambarkan keinginan mereka untuk kembali ke masa lalu. Masa di mana mereka ditindas dengan tangan besi oleh bangsa Mesir, namun juga merasakan kenikmatan dunia (demi kepentingan perut mereka, yang biasanya menikmati makanan yang enak, walaupun harus kerja paksa). Bil 21: 4-5.

Hal ini tidak hanya membuat Musa bersusah hati, tetapi juga membangkitkan amarah Allah (Bil 21: 6). Allah kemudian menyuruh ular-ular tedung yang ganas dan berbisa, untuk memagut orang Israel. Akibatnya, banyak orang Israel mati di situ. Dengan peristiwa ular tedung, sebenarnya Allah ingin agar umat-Nya kembali mengarahkan pandangannya pada diri Allah, supaya mereka bisa sampai pada tanah yang dijanjikan. Sebab itu Allah meminta mereka untuk memandang pada sebuah patung ular tembaga (Bil 21: 8-9), bukan karena patung ular tembaga itu sakti, melainkan karena Allah hadir melalui simbol itu. Kuasa dan Kekuatan Allah-lah yang mampu untuk menyelamatkan mereka dari racun ular tedung itu dan membawa mereka menuju pada tanah yang telah dijanjikan pada nenek moyang mereka. Melalui kisah ini, kita dapat belajar bahwa dalam sepanjang perjalanan hidup umat Israel menuju pada tanah perjanjian, Allah senantiasa mengundang mereka untuk tetap mengarahkan pandangan kepada Dia yang memberikan hidup dan yang telah menuntun mereka. Demikian pula dengan kita, umat Allah yang hidup pada masa sekarang.

Saudara yang dikasihi dan mengasihi Tuhan Yesus,

Perjalanan bangsa Israel menuju pada tanah perjanjian menjadi gambaran perjalanan hidup kita menuju pada kehidupan yang telah dijanjikan Allah. Ketika kita mengarahkan pandangan kita pada kehidupan kita di masa lalu, mungkin saja kita memiliki perasaan seperti bangsa Israel. Kita menjadi orang yang bersungut-sungut atas kehidupan kita di masa sekarang. Kita menjadi orang yang menyesali kehidupan kita saat ini. Terlebih ketika kehidupan kita di masa sekarang ini (atau lebih tepatnya kehidupan kita setelah menerima Kristus) menjadi kehidupan yang mungkin terasa lebih susah, berat dan penuh tantangan. Pada akhirnya, bisa saja kita menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk menjalani kehidupan kita menuju pada kehidupan yang telah Allah janjikan. Sebab itu, Allah mengundang kita untuk tetap mengarahkan pandangan hidup kita bukan pada masa lalu kita, melainkan kepada Dia. Sebab hanya Allah yang mampu melepaskan kita dari berbagai macam hal yang mengancam kehidupan kita. Hanya Dialah yang mampu untuk menyelamatkan dan menuntun kehidupan kita, sehingga kita mampu memasuki kehidupan yang telah Ia janjikan.

Yohanes 3:14-21

Jika bangsa Israel pada masa itu diundang untuk memandang patung ular tembaga yang menjadi simbol kehadiran Allah, maka sekarang kita diundang untuk memandang Kristus yang adalah wujud nyata kehadiran Allah di tengah dunia. Yohanes 3: 14-15 mengatakan “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.”

Mengapa Kristus harus ditinggikan? Kristus ditinggikan untuk menjadi tanda bagi manusia agar mereka bersedia memandang-Nya dan menjadikan-Nya sebagai penuntun kehidupan, sehingga mereka bisa sampai pada kehidupan kekal yang Allah janjikan. Sama seperti orang Israel yang bersedia memandang ular tembaga yang dibuat oleh Musa dan mendapatkan keselamatan. Demikian juga jika manusia masa kini bersedia memandang Kristus, mereka pun akan mendapatkan keselamatan. “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3: 17)

Memandang Kristus di sini bukan berarti melihat patung atau gambar Yesus Kristus yang biasa di jual di toko buku Kristen atau yang ada di rumah-rumah orang Kristen. Juga bukan berarti melihat patung atau gambar salib yang biasa di pajang di gereja. Memandang Kristus, berarti menjadikan Kristus sebagai panutan dan teladan dalam bersikap dan bertindak di tengah-tengah kehidupan. Memandang Kristus berarti bersedia untuk mengarahkan kehidupan kita menjadi seperti kehidupan yang Kristus jalani di tengah dunia ini.

Bagaimana caranya supaya kita dapat memandang Kristus di sepanjang perjalanan hidup kita? Yoh 3: 16 mengatakan, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”

Hidup kekal dalam konsep Injil Yohanes bukan semata-mata kehidupan diseberang kematian. Hidup kekal itu punya dimensi kekinian. Sekarang hidup kekal itu berupa partisipasi dalam kehidupan didunia ini dan bukan diakhirat semata. Meminjam tulisan Paulus dalam Efesus 2:10, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”.

Sebab itu, pertama, menerima Kristus dalam kehidupan kita menjadi langkah awal yang harus kita lakukan agar kita dapat memandang-Nya di sepanjang perjalanan hidup kita menuju pada kehidupan yang telah dijanjikan Allah. Kedua, Menerima Kristus berarti percaya kepada Kristus dan melakukannya apa yang telah Ia ajarkan dalam segala sisi kehidupan kita. Bukan Kristen yang pasif tetapi Kristen yang aktif melakukan pekerjaan baik di dunia ini karena hidup ini adalah anugerah kemurahan Allah yang diberikan kepada kita. Kita patut mensyukurinya.

Mengerjakan pekerjaan baik tidak perlu yang spektakuler dan mengejar kekaguman orang, cukup yang sederhana tetapi dengan cinta yang besar. Sudahkah itu kita lakukan?

Selamat merenungkannya. Tuhan memberkati. Amin.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
12 Orang Membaca