Bacaan: Ibrani 11:29-12:2
Saya pernah berjumpa dengan dua umat yang mengidap penyakit terminal. Keduanya didiagnosa kanker yang sudah akut. Dalam perjalanannya, mereka melakukan bagian mereka dengan baik, pengobatan-pengobatan dilakukan, doa senantiasa dipanjatkan. Segalanya diupayakan agar mereka bisa pulih. Namun, pada akhirnya yang satu tetap bertahan sampai sekarang, dan satu orang lagi meninggal. Lalu apakah orang yang masih hidup ini imannya lebih besar ketimbang orang yang sudah meninggal? Apakah dengan demikian, seorang yang beriman adalah orang yang bisa selamat dari bayang-bayang kematian sementara mereka yang dipeluk kematian adalah orang yang tidak beriman?
Surat Ibrani (Ibrani 11:29-12:2) memberikan sebuah kesaksian yang utuh tentang iman, yang juga bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaan di atas. Dalam suratnya, penulis surat Ibrani dengan jelas mempersaksikan bahwa memang melalui iman orang-orang selamat dari bayang-bayang kematian, seperti berhasil melintasi laut merah, meruntuhkan tembok Yerikho, menyelamatkan Rahab dan keluarga, menaklukan raja-raja, memperoleh yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, meluputkan dari mata pedang, mejadi kuat dalam perperangan dan memukul mundur pasukan lawan serta ibu-ibu yang menerima kembali orang-orang yang telah mati (ay. 29-35a). Itu berarti iman memang menyelamatkan.
Namun ternyata, iman yang menyelamatkan itu juga adalah iman yang juga merengkuh penderitaan bahkan kematian. Penulis surat Ibrani melanjutkan bahwa ada orang yang dengan imannya justru membiarkan dirinya disiksa (ay. 35b). Lebih dari itu, ada yang diejek, dibelenggu, dipenjarakan, dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang, mengembara di padang gurun dengan kekurangan dan kesesakkan hingga tinggal di dalam gua juga celah-celah gunung (ay. 36-38).
Apa yang dipersaksikan surat Ibrani, menjadi sebuah gambaran bagi kita bahwa iman yang utuh selalu berbicara tentang sesuatu yang menyelamatkan namun sekaligus merengkuh penderitaan. Inilah yang juga menjadi jawaban pertanyaan di atas bahwa kedua orang yang berjuang dengan kankernya adalah orang yang sama-sama beriman. Orang yang hidup mempersaksikan bahwa Allah yang mampu menyembuhkan. Orang yang meninggal mempersaksikan bahwa ia tetap taat kepada Allah, meski tak kunjung sembuh. Iman yang besar memberi kehidupan, namun iman yang benar, tetap hidup meski dalam kematian.
Dengan penghayatan inilah, sabagai umat Tuhan, maka kita dipanggil untuk sungguh-sungguh bertekun dalam iman. Ketekunan hanya bisa dilakukan ketika kita dengan jujur mengatakan bahwa kita tidak pernah bisa melakukannya seorang diri. Kejujuran inilah yang kemudian membuat kita senantiasa tertuju kepada Yesus. Hanya melalui Allah yang kita kenal dalam Yesus Kritus bersama dengan Roh Kudus, kita akan menuju pada iman yang sempurna (Ibr. 12:2). Iman semacam inilah yang pada akhirnya kita terjemahkan melalui setiap aspek kehidupan kita. Selamat bertekun dalam iman!
Pdt. Fo Era Era Gea