PENYERTAAN TUHAN SUMBER KEBERANIAN
Dipublikasikan pada 02 Februari 2025
4 min baca

Bacaan: Lukas 4: 21-30

Kata-Nya lagi, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Tidak ada nabi yang diterima di kampung halamannya” (ay.24). Hari ini saya ingin mengajak kita semua untuk satu hati dan satu rasa dengan Yesus yang mengalami penolakan. Yesus ditolak di nazaret tempat Ia dibesarkan. Ia nyaris saja dibunuh dengan cara dijatuhkan dari tebing yang tinggi. Bagaimana perasaan Yesus saat itu? Bukankah orang-orang yang hendak mencelakakan-Nya itu mengenal diri-Nya karena mereka berasal dari tempat yang sama? Bagaimana perasaan kita kalau kita ditolak oleh rekan, tetangga, kerabat, saudara atau bahkan keluarga kita sendiri?

Pengalaman ditolak pasti menyakitkan. Sebab itu pernah ada ungkapan populer “cinta ditolak, dukun bertindak”. Penolakan kerapkali membuat banyak orang merasa dibuang, tidak dianggap dan diabaikan. Ini bisa menimbulkan kemarahan, kebencian, perasaan kehilangan, dendam bahkan depresi. Dampak atas hal ini amat beragam, pada umumnya ujung-ujungnya sering berupa tindakan yang merusak kehidupan. Oleh karena itu, kita yang tidak steril dari pengalaman penolakan sangat perlu belajar dari Tuhan Yesus.

Pertama-tama perlu kita pahami dulu, mengapa Yesus mengalami penolakan? Sebagaimana kebiasaan-Nya sejak dulu, di kota Nazaret Yesus masuk ke rumah ibadat dan membaca kitab Nabi Yesaya yang berisi nubuat tentang datangnya seseorang yang membebaskan umat dari belenggu penderitaan. Setelah itu, Ia menegaskan bahwa nubuat nabi Yesaya telah digenapi di dalam diri-nya, “Pada hari ini genaplah nas ini ketika kamu mendengarnya” (ay.21). Mendengar dan menyadari apa yang dikatakan oleh Yesus, orang-orang Nazaret yang awalnya merasa kagum pada perkataan Yesus menjadi berubah. Masakan hal ini dikatakan oleh seseorang yang sedari kecil mereka kenal sebagai Yesus, anak Yusuf, si tukang kayu, “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” (ay.22). Yesus mengetahui maksud dari pertanyaan mereka. Mereka menuntut Yesus untuk melakukan pembuktian dengan memperlihatkan mukjizat-Nya, padahal mereka tidak memiliki kerendahan hati untuk menghormati Yesus. Hal inilah yang kemudian membuat Yesus dengan berani merespon mereka dengan mengutip kisah janda di Sarfat pada zaman Elia dan kisah Naaman pada zaman Elisa. Orang-orang Nazaret yang mendengar teguran keras dari Yesus menjadi sangat marah (ay.28). Hal ini bermuara pada kesepakatan mereka untuk menghalau Yesus keluar dari Nazaret, membawa-Nya ke tebing gunung dengan maksud melempar Yesus dari sana (ay.29).

Lukas menuturkan bahwa Yesus terluput dari upaya pembunuhan dengan cara yang luar biasa, “Ia lewat di tengah-tengah mereka, lalu pergi”. Adalah Roh Allah yang menyertai Yesus hingga membuat-Nya luput dari maksud dan tindakan jahat mereka. Dengan demikian, kepada kita disampaikan pesan Injil bahwa penyertaan Tuhan adalah sumber keberanian, perlindungan dan keselamatan dalam rangka menjalankan amanat dan tugas perutusan selaku umat Tuhan. “Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik...” (ay18).

Soli deo gloria. Amin.

*Pdt. Setyahadi

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
14 Orang Membaca