Bacaan: Matius 25:14-30
Ada sebuah kalimat dalam dunia marketing mengatakan:
“When a measurement becomes the goal, it ceases to become a good measurement.”
(Terj.: Ketika sebuah ukuran berubah menjadi tujuan, dia berhenti menjadi sebuah ukuran yang baik.)
Ternyata kalimat ini bukan hanya ada dalam dunia marketing. Sebab hal ini juga sering muncul dalam keseharian kita, misalnya saja soal keinginan untuk hidup sehat. Orang-orang yang bertujuan hidup sehat biasanya memiliki cara-cara jitu untuk menggapainya. Misalnya mengatur jadwal olahraga rutin, mengatur pola makan dan memiliki waktu istirahat yang cukup. Seiring berjalannya waktu, ia bertemu dengan beberapa orang yang punya tujuan yang sama: hidup sehat. Ah indahnya! Ia tak merasa sendirian. Tapi tahun berganti, keadaan menjadi tidak indah lagi. Pembicaraan menjadi hanya terarah pada adu jumlah langkah kaki saat berlari/ jumlah kilometer saat bersepeda. Akhirnya olahraga bukan lagi alat untuk mencapai hidup sehat namun menjadi pemicu persaingan yang tidak sehat. Nah, saat ini semua terjadi, maka olahraga tidak lagi menjadi ukuran yang baik bagi seseorang yang bertujuan untuk hidup sehat.
Dalam kisah Injil hari ini pun nampak terjadi kekeliruan yang serupa. Perumpamaan yang diceritakan Yesus adalah tentang bagaimana seseorang dapat mengisi waktu menanti hari Tuhan. Dalam masa-masa penantian itu, murid-murid diberi kepercayaan. Ada yang diberi lima, ada yang dua, dan ada yang diberi satu talenta. Sekalipun terdapat jumlah yang berbeda namun semua diberi kepercayaan sesuai dengan kesanggupannya. Terhadap kepercayaan ini ada dua jenis respons yang muncul. Pertama, bertanggung jawab dengan mengelola yang dipercayakan. Kedua, tidak bersedia mengelola yang dipercayakan. Dari sini nampak ada respons yang muncul karena keliru memaknai kepercayaan yang diberikan. Hamba ketiga lebih berfokus pada jumlah talenta yang diberikan tuannya. Ia tidak mau bertanggung jawab karena bila ia mengelolanya ia sadar jumlahnya akan bertambah. Ia berfokus pada angka, menjadi tidak terima, dan merasa dimanfaatkan. Padahal talenta dan jumlah talenta yang ada sejatinya hanyalah ukuran dan bukan tujuan. Tujuan utama sang tuan adalah agar para hamba itu dapat hidup bertanggung jawab dengan setiap kepercayaan yang diberikan.
Dalam kehidupan bergereja, hal ini juga kerap terjadi. Tujuan kita adalah memelihara iman/ spiritualitas kita dalam masa penantian hari Tuhan. Tujuan itu bisa tercapai salah satunya lewat ukuran baik yang diwakili oleh jumlah kehadiran dalam ibadah/ persekutuan, pelayanan, dan kesaksian. Tapi, seringkali yang dikejar oleh gereja adalah jumlah kehadirannya, di saat itulah jumlah kehadiran sudah tidak lagi menjadi ukuran yang baik. Tujuan gereja bergeser menjadi jumlah kehadiran. Mungkin itu sebabnya gereja sudah berkarya begitu rupa namun rasanya belum sampai di tujuan: terpeliharanya iman/ spiritualitas.
Maka, hari ini mari kita bersama-sama kembali pada Tuhan. Lihatlah apa yang Tuhan sudah anugerahkan dalam hidup kita? Ya! Kepercayaan! Mari kita bertanggung jawab, mari setia mengerjakan bagian yang sudah Tuhan percayakan. Sehingga, saat hari Tuhan itu datang, kita siap bergabung dalam kebahagiaan Sang Tuan.