Bacaan: Lukas 4:1-13
Jemaat terkasih, hari ini kita memasuki Minggu Pra Paskah ke-1. Suatu masa yang masih diwarnai krisis multidimensional. Pandemi yang berlangsung beberapa tahun terakhir ini telah mengguncang dunia dan menimbulkan krisis kesehatan, ekonomi, pendidikan, mental dan spiritual. Aneka macam krisis ini merangsek ke segala dimensi hidup. Oleh karena itu, saat ini, kita benar-benar harus menempuh jalan yang terjal. Cukup tangguhkah kita melaluinya?
Lou Holtz pernah berkata: “Kehidupan adalah 10% apa yang terjadi pada Anda, dan 90% adalah bagaimana Anda meresponnya”. Salah satu aspek yang membedakan mereka yang tumbang dan bertahan adalah ketangguhan. Yang manakah diri kita? Di Minggu Pra Paskah ke-1 ini, kita akan belajar dari kehidupan Yesus. Lukas menuturkan, setelah dibaptis dan diproklamirkan sebagai Anak Allah (yang menderita), Yesus dibawa ke padang gurun, tinggal di sana selama empat puluh hari, tanpa makan apa pun. Yesus pun dibawa oleh Roh Kudus untuk masuk dalam masa penuh dilema selama empat puluh hari. Di masa itu, Yesus bukan hanya berjuang untuk bertahan hidup dalam limitasi, melainkan harus berhadapan dengan pergulatan spiritual dan pertarungan teologis dengan Iblis.
Tiga kejadian dicatat oleh Lukas. Pertama, godaan berkenaan kemudahan. Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti” (ay.3). Mengubah batu menjadi roti adalah jalan mudah bagi Yesus. Godaan Iblis ini menempatkan Yesus dalam dilema yang lebih kompleks, antara menuntaskan misi Allah dalam jalan derita, atau membereskan persoalan dengan pendekatan kekuasaan, sikap kompromistik, bahkan show of force. Jawab Yesus kepada Iblis: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja” (ay.4). Dengan ini, Yesus lolos dan lulus dari pencobaan. Kedua, godaan berkenaan kekuasaan. Kata Iblis kepada-Nya: “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milikk-Mu” (ay.6-7). Hal yang sangat menggoda adalah kekuasaan yang direngkuh secara kompromistik dengan Iblis. Namun bagi Yesus, yang terpenting bukanlah kuasa, melainkan misi Allah. Kuasa tanpa cinta kasih hanya akan menjadi bencana. Yesus bersikukuh bahwa satu-satunya kuasa yang berbuah cinta hanya bersumber dari Allah. Sebab itu, Yesus berkata kepada Iblis: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (ay.8). Ketiga, selain kemudahan dan kekuasaan, pencobaan yang sangat mematikan adalah keinginan untuk menguji kasih dan perlindungan Allah. Iblis membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan-Nya di bubungan Bait Allah, lalu berkata: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk melindungi Engkau dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu” (ay.9-11). Tantangan untuk menjatuhkan diri dari Bait Allah bisa mengaduk dimensi harga diri, menantang pembuktian iman. Tak memenuhi permintaan itu berarti pengecut dan kehilangan muka, namun melakukannya sama dengan mencobai Allah sendiri. Karena itu, Yesus menjawab Iblis, kata-Nya: “Ada firman: Jangan Engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (ay.12). Dengan ini, Yesus membuat Iblis frustasi dan mundur dari pada-Nya untuk sementara waktu (menunggu waktu yang baik).
Seluruh kejadian ini memperlihatkan Yesus yang mau merangkul dan mengkrabi pergumulan terkait dengan kelaparan, kekuasaan dan harga diri. Semua jalan terjal ini dapat dilaluinya dengan bertumpu dan berpusat pada apa yang tertulis dalam Firman Allah. Bersandar dan berpegang pada Firman Allah membuat Yesus tidak lari dan frustasi Ketika menjalani krisis. Ia menjadi tangguh dan sanggup membuat kesusahan-Nya bermakna bagi masa depan, punya manfaat bagi yang lain dan membangun kehidupan. Yesus tangguh di jalan terjal. Kita pun dipanggil untuk menapaktilasi ketangguhan Yesus. Tangguhlah! Amin.
Pdt. Setyahadi