MENGINGAT, PERCAYA & MENJADI SAKSI-NYA
Dipublikasikan pada 20 April 2025
3 min baca

Bacaan: Lukas 24:1–12

Manusia pada dasarnya suka mengingat. Namun sayangnya, kita lebih sering mengingat pengalaman buruk daripada yang baik. Pada tanggal 5 Mei 2022, Kompas.com memuat artikel berjudul, “Mengapa pengalaman buruk lebih mudah terngiang di ingatan?” Artikel itu mengutip hasil penelitian dari Fakultas Sains dan Teknik Universitas Tulane dan Fakultas Kedokteran Universitas Tufts di Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa pengalaman traumatis sangat memengaruhi sistem pusat otak yang mengatur sisi emosional. Secara singkat, dampak dari kondisi ini membentuk memori kenangan yang menakutkan dan sulit dilupakan—seperti pengalaman kedukaan, kehilangan, atau penderitaan. Para murid Yesus pun mengalami hal serupa: mereka lebih mudah mengingat sengsara dan kematian Yesus, ketimbang janji-Nya bahwa Ia akan bangkit pada hari ketiga. Maka ketika para perempuan datang ke kubur Yesus, mereka membawa rempah-rempah, bukan pengharapan.

Malaikat di kubur kosong menegur dan mengingatkan mereka: “Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit. Ingatlah apa yang dikatakan-Nya kepada kamu.” Di titik inilah perubahan terjadi—saat mereka mengingat, mata hati mereka terbuka kembali. Mengingat dalam terang iman bukan sekadar memutar ulang kata-kata Yesus, tetapi membiarkan perkataan-Nya menuntun mereka dari duka menuju pengharapan. Dalam ingatan akan janji Kristus, iman mereka dinyalakan kembali. Di situlah percaya mulai bertumbuh: bukan hanya percaya bahwa Yesus hidup, tetapi percaya bahwa Allah tidak pernah lupa akan janji kasih dan keselamatan-Nya.

Kepercayaan itu yang membuat mereka bergerak untuk menjadi saksi Kebangkitan Kristus. Para perempuan itu tidak tinggal diam; mereka pergi memberitakan kabar kebangkitan kepada para rasul, meskipun sempat dianggap omong kosong. Demikian pula kita, kebangkitan Kristus mengubahkan kita dari sekadar pengikut menjadi saksi. Menjadi saksi-Nya berarti menghadirkan hidup yang mencerminkan harapan dan kasih. Salah satu bentuknya adalah menjaga perkataan kita: kita akan berhenti menyebar isu yang tak pasti, dan menggantinya dengan kata-kata yang membangun, meneguhkan, dan memberi semangat hidup bagi sesama.

Paskah 2025 ini adalah saat yang tepat untuk kembali mengingat siapa Tuhan kita, percaya pada kasih-Nya yang tidak pernah gagal, dan menjadi saksi-Nya dengan penuh sukacita. Melalui kebangkitan, Yesus mengubah setiap duka menjadi pengharapan, dan setiap kehilangan menjadi kekuatan baru. Ia adalah Mesias sejati yang mengasihi semua, dan setia pada setiap janji-Nya. Maka, setiap orang yang mengalami kuasa kebangkitan-Nya, janganlah ragu atau malu untuk bersaksi. Dengan hati yang bersyukur, marilah kita lanjutkan hidup untuk bersambung rasa, memadu gerak dan melangkah bersama membawa terang Kristus ke tengah dunia yang gelap. Selamat Paskah, selamat mengingat, percaya, dan menjadi saksi-Nya. Haleluya!

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
8 Orang Membaca