KEPEKAAN MENJAWAB PERGUMULAN
Dipublikasikan pada 21 Juli 2024
4 min baca

Bacaan: Markus 6: 30-34; 53-56

Yesus memberi makan lima ribu orang. Sungguh tak terbayangkan. Dan, Yesus menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret. Wow! Tentu ini merupakan sesuatu yang sangat luar biasa pada zamannya, bahkan bila peristiwa seperti ini terjadi pada zaman ini, kita pun yakin bahwa kejadian seperti ini pasti amat menakjubkan. Apa yang membuat Yesus melakukan hal tersebut? Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan. Markus menuturkan: “Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka” (Mrk.6:34).

Belas kasihan adalah emosi yang muncul karena penderitaan orang lain. Perasaan tersebut lebih kuat dari empati dan umumnya memunculkan dorongan untuk mengurangi penderitaan orang lain. Dengan demikian, belas kasihan merupakan perasaan yang kuat dan mewujud melalui tindakan kasih.

Frasa “belas kasih” muncul sebanyak enam belas kali dalam keempat kitab Injil. Frasa ini muncul, baik untuk menunjuk pada perasaan Yesus maupun dalam perumpamaan-perumpamaan yang diceritakan Yesus. Belas kasihan dalam diri Yesus menjadi dasar bagi Yesus untuk mengambil tindakan nyata yang berbentuk karya kasih bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan-Nya. Belas kasihan membuat Yesus dapat mengesampingkan ego-Nya. Kebutuhan untuk menyendiri dan beristirahat dikesampingkan atau dinomorduakan, demi menjawab kebutuhan orang lain yang lebih urgen atau lebih penting dan mendesak.

Kita tahu bahwa pada waktu itu, Yesus dan para murid sedang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Sebab Yesus dan para murid telah bekerja dan mengajar dengan luar biasa sehingga makan pun mereka tidak sempat. Ada kebutuhan untuk beristirahat. Itulah sebabnya, ketika Yesus berkumpul kembali bersama murid-murid-Nya seusai bekerja dan mengajar, Ia pun berkata: “Marilah menyendiri ke tempat yang terpencil, dan beristirahatlah sejenak!”. Kelelahan dan kebutuhan istirahat ini membuat mereka memutuskan untuk pergi ke tempat terpencil. Maka berangkatlah mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil. Mereka tidak memilih jalan darat, meskipun tampaknya jalan darat ini memiliki jarak lebih pendek atau waktu tempuh yang lebih singkat. Ini terbukti dengan orang banyak yang menempuh jalur darat dan ternyata tiba lebih dulu di tempat terpencil tersebut. Sangat mungkin para murid berangkat dengan perahu supaya mereka bisa menempuh perjalanan sambil beristirahat. Sebab jika melalui jalan darat mereka harus menempuhnya dengan berjalan kaki.

Kelelahan dan kebutuhan akan istirahat ini menjadi konteks dari tindakan Yesus memberi makan lima ribu orang dan menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret. Dengan memerhatikan konteks ini, paling tidak Markus mau menunjukkan dua hal. Pertama, tentang adanya pergumulan orang banyak pada waktu itu. Mereka yang dalam pergumulan hidup ini digambarkan “seperti domba yang tidak mempunyai gembala”, seperti anak ayam kehilangan induknya. Tak berdaya dan tak tahu apa yang harus diperbuat. Ini berarti ada situasi dan kondisi yang genting, kebutuhkan akan pertolongan bersifat mendesak. Kedua, tentang kepekaan Yesus dalam menjawab pergumulan tersebut. Dalam momen ini, kepekaan Yesus dinarasikan dengan gamblang. Yesus benar-benar menjawab pergumulan yang terjadi. Kepekaan atas pergumulan itu membuat Yesus dapat mengelola kebutuhan-Nya akan istirahat dan melihat serta menempatkan kebutuhan orang lain sebagai hal yang perlu didahulukan. Dalam hal ini, Yesus berhasil menimbang dan menetapkan skala prioritas dengan tepat. Kebutuhan akan istirahat masih bisa ditunda, namun kebutuhan untuk menjawab pergumulan orang banyak adalah hal yang tak dapat ditunda. Yesus menunjukkan model kepekaan menjawab pergumulan. Kiranya model kepekaan Yesus ini dapat kita tiru, ikuti dan hidupi. Amin.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
10 Orang Membaca