Bacaan: Yakobus 2: 1-17
Rasanya sulit di zaman ini, untuk tidak menilai seseorang dari rupanya. Singkatnya, ‘beauty privilege’ itu nyata. Belum lagi ada sebuah frasa yang diungkapkan oleh sebuah tiktokers yang menjadi viral beberapa waktu silam ‘lu punya uang, lu punya kuasa’. Singkat, padat dan jelas, kalimat ini menggambarkan kondisi kehidupan saat ini bahwa dengan fisik yang menarik atau status sosial yang tinggi, seseorang bisa mendapatkan “hak Istimewa” di dalam komunitas sosial. Jangan-jangan hal serupa juga bisa terjadi di tengah komunitas iman kita di gereja, apalagi kita juga bisa dengan mudah menemukan tindak diskriminasi yang beragam dalam hal-hal kecil di keseharian kita yang mungkin terjadi hanya karena perbedaan. Maka bisa saja kita terlibat ntah sebagai pelaku atau korban atau justru keduanya. Tak ayal, jika semakin hari, kasih yang tulus mulai tergerus dari kehidupan kita.
Yakobus pun menemukan fenomena semacam ini dalam kehidupan orang-orang Kristen (Yahudi dan non Yahudi) saat itu. Maka Yakobus segera mengingatkan mereka sebagai orang-orang yang telah mengaku percaya kepada Kristus untuk tidak memperlakukan sesama berdasarkan status sosial atau ekonominya (ay. 2-3). Rasa hormat maupun perlakuan yang baik, seharusnya diterapkan bagi semua orang tanpa terkecuali, tak hanya bagi mereka yang kaya, terpandang, atau berpengaruh. Karena jika mereka berlaku sama dengan dunia, maka itu berarti mereka sedang beriman tanpa perbuatan yang hakekatnya adalah mati (ay. 17).
Pesan Yakobus pun berlaku bagi kita sebagai umat Kristen masa kini, ketika dunia menyajikan banyak tindak diskriminasi, Yakobus mengingatkan kita untuk tidak melakukan hal yang sama. Beriman dengan perbuatan menunjukkan integritas kita sebagai orang percaya, seia dan sekata dalam kata dan laku kehidupan kita di tengah perbedaan. Apalagi kita hidup sebagai GKI yang penuh dengan keberagaman budaya dan latar belakang sosial. Inilah kehidupan menggereja yang sesungguhnya, tetap bertumbuh dan utuh di tengah perbedaan. Sebab Yesus sendiri menyatakan hukum yang terutama ialah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu…” dan hukum yang sama pentingnya ialah “Kasihilah manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37-40). Maka jika dunia memandang rupa, marilah kita memandang wajah Allah di dalam sesama kita, sebab kita semua adalah ciptaan Allah yang layak dikasihi sebagaimana Allah yang terlebih dahulu mengasihi kita.
“Namun, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa, dan oleh hukum itu menjadi nyata bahwa kamu melakukan pelanggaran”
(Yakobus 2: 9)
-Gieofany-