KOMUNITAS PEMBAWA DAMAI
Dipublikasikan pada 02 April 2023
7 min baca

Bukti Kesetian Allah

Zakharia menubuatkan kedatangan Yesus secara berkemenangan ke Yerusalem. Ia menulis, ”Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.. . . Dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi.”(Zak 9:9, 10).

Dengan demikian, kedatangan Yesus ke Yerusalem merupakan penggenapan nubuat Allah. Itu bukan peristiwa yang terjadi secara kebetulan tetapi dalam rencana Allah. Ini juga bukti bahwa Allah adalah Allah yang menepati janji-Nya. Dia adalah Allah yang setia kepada umat-Nya. Tidak ada Firman atau perkataan-Nya yang sia-sia, semua dipenuhi-Nya. Ini merupakan penghiburan bagi kita, bahwa Allah itu setia dan akan selalu menepati janji-Nya. Dia tidak pernah meninggalkan kita.

Cerminan dari Sebuah Harapan

Sambutan dan reaksi spontan dari khalayak terhadap Yesus merupakan cerminan harapan dan kepercayaan yang tulus. "Hosana!" Seruan dalam bahasa Ibrani yang menyatakan pujian, harapan, kekaguman, dan kegembiraan. Meskipun harapan mereka berbeda dengan misi yang sedang diemban oleh Tuhan Yesus. Pada waktu itu mereka sedang mendamba seorang pemimpin revolusioner yang akan membawa mereka keluar dari penjajahan Romawi. Ini merupakan harapan yang realistis dalam konteks mereka saat itu. Pada saat itu mereka berada dalam kungkungan Kekaisaran Romawi. Kondisi ini membuat mereka sangat menderita. Derita ini tidak hanya membuat mereka sengsara dan miskin, tetapi juga menayangkut eksistensi mereka sebagai sebuah bangsa. Bahkan juga menyangkut kehidupan spiritualitas mereka. Jadi tidak heran dari generasi ke generasi mereka merindukan “Mesias” yang akan membebaskan mereka dari penjajahan dan memwujudkan kembali kerajaan Israel, seperti masa Daud.

Dambaan hati mereka sepertinya akan terjawab dengan keberadaan Yesus. Karena itu orang banyak menyambut dengan segala kemeriahan. Tidak heran mereka memberikan sambutan yang luar biasa kepada Yesus, ketika Yesus memasuki Yerusalem dengan mengendarai keledai. Mereka mengelu-elukan kehadiran Tuhan Yesus. Mereka melambai-lambaikan daun palem dan meletakkan daun palem dan pakaian mereka disepanjang jalan yang dilewati oleh Tuhan Yesus. Kedatangan Yesus menghadirkan dan menghidupan kembali harapan mereka yang selama ini telah layu bahkan gugur.

Kehadiran Yesus adalah kehadiran yang menghadirkan dan menghidupkan kembali harapan dalam kehidupan seseorang ataupun sebagai komunitas. Jika saat ini kita kehilangan pengharapan dalam hidup ini, mari hadirkan Kristus dalam hidup kita, sebab bersama Dia akan selalu ada pengharapan dan pengharapan itu tidak akan mengecewakan. Satu-satunya pengharapan yang tidak pernah mengecewakan adalah pengharapan kepada Tuhan. Sebab apapun yang terjadi, rancangan Tuhan bagi kita adalah rancangan damai sejahtera.

Simbol Damai dan Kerendahan Hati

Mengapa Yesus menaiki keledai bukannya kuda? Biasanyan kesan terhadap keledai sebagai binatang yang lemah, lambat dan bodoh. Keledai biasanya dipakai untuk memikul beban-beban berat dan alat transportasi. Keledai memiliki kemampuan yang tak terduga yaitu memiliki kemampuan untuk mengangkut barang-barang berat dibandingkan kuda. Keledai sejak zaman lampau bahkan menjadi alat transportasi yang penting bersama dengan kuda. Namun, perbedaan keledai dan kuda adalah kuda lebih digunakan sebagai kendaran berperang oleh seorang pemimpin atau raja. Keledai dipandang hina dari pada kuda sebagai tunggan raja. Karena itu, ketika menubuatkan kedatangan Mesias, Zakharia mengatakan bahwa Ia akan mengendarai seekor keledai (Za. 9:9) - suatu tanda bahwa Ia adalah rendah hati.

Seorang raja pemenang yang masuk ke suatu kota dengan menunggang kuda yang gagah. Penggunaan keledai oleh Yesus masuk ke Yerusalem hendak menggambarkan karakter Raja Israel yang dinantikan tersebut, yaitu Raja yang bukan membawa perang tetapi membawa damai. Hal ini berbeda dengan pandangan kaum Zelot yang meyakini bahwa Sang Mesias datang untuk melawan bangsa Romawi. Akan tetapi, hal tersebut disangkal Yesus sendiri dengan menunggang keledai ini. Ia menunjukkan dengan tindakan-Nya Kehadiran Yesus menaiki keledai memasuki kota Yerusalem merupakan simbolisasi dari pesan damai dan kerendahan hati.

Raja-raja Timur mengendarai keledai saat membawa misi damai. Sedangkan kuda dipakai sebagai alat perang. Yesus hadir untuk membawa misi damai, bukan perang. Yesus tidak datang dengan kuda perang. Dia datang dengan lemah lembut dan rendah hati. Yesus tidak datang untuk berperang, melainkan membawa damai sejahtera. Pendamaian yang jauh lebih besar dari sekedar perdamaian dari bangsa dengan bangsa, Dia membawa misi pendamaian antara kita dan Allah (Kis. 10:36, Kol. 1:20). Misi utamanya datang ke dunia adalah mendamaikan manusia dengan Allah. Mengurbankan diri sebagai kurban pendamaian, menghapus dosa manusia.

Kristus menginginkan setiap pengikutnya menjadi pembawa damai. Perdamaian itu harus dibawah dengan sikap rendah hati, bukan dengan congkak. Sebab kesombongan dan tinggi hati tidak dapat menghadirkan damai. Kerendahan hati merupakan salah satu sarana untuk menghadirkan kedamaian dalam hidup. Sudahkah kita mebawa damai kepada orang-orang di sekitar kita? Ataukah kita justru membawa perpecahan dan permusuhan.

Tetap Membawa Damai Walau Ada Penolakan

Sering kali kita berharap maksud dan perbuatan baik kita dapat diterima dengan baik. Tetapi realitanya tidak demikian. Kebaikan yang kita bawa bisa saja mendapatkan penolakan bahkan permusuhan. Hal ini yang juga dapat kita lihat dalam kisah Tuhan Yesus memasuki Yerusalem. Ternyata tidak semua orang menyambut kedatangan Yesus dengan sukacita. Meskipun Tuhan Yesus hadir dengan maksud damai, ternyata yang dia dapatkan adalah permusuhan. Meskipun Dia hadir dengan kerendahan hati tetapi Dia menerima penolakan bahkan hinaan.

Dalam kisah pararelnya di Lukas 19:28-38, Beberapa orang Farisi yang turut dengan orang banyak itu berkata kepada Yesus: ”Guru, tegorlah murid-murid-Mu itu.”(29). Ada sebagian orang dengan nada marah, ”hardiklah murid-muridmu.” Apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus, ternyata membuat musuh-musuhnya menjadi gusar. Ini mengajarkan kita bahwa kabar damai dari Kerajaan Allah harus tetap kita kabarkan apapun respon orang-orang, baik mereka menerimanya atau tidak. Tidak semua orang senang mendengar berita itu. Beberapa bersikap acuh tak acuh, sementara yang lain menentang. Tuhan mengharapkan kita tetap setia untuk membawa damai, apapun respon yang akan kita terima.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
15 Orang Membaca