BOLEH ATAU TIDAK BOLEH ?
Dipublikasikan pada 02 Juni 2024
4 min baca

Bacaan: Markus 2:23 - 3:6

Ada dua contoh kasus perihal boleh atau tidak boleh yang tertulis dalam bacaan Injil Tuhan Yesus dalam Markus 2:23-28; 3:1-6. Pertama, muncul pada Markus 2:23-24: Pada suatu hari Sabat, Yesus berjalan melewati ladang gandum, dan sementara berjalan murid-murid-Nya mulai memetik bulir gandum. Lalu kata orang-orang Farisi kepada-Nya, “Lihat! Mengapa mereka berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Kedua, muncul pada Markus 3:3-4: Kata Yesus kepada orang yang tangannya mati sebelah itu, ”Mari, berdirilah di Tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?” Namun mereka diam saja.

Jawaban atau respon Yesus terkait hal boleh atau tidak boleh sangat lugas dan jelas, jawaban-Nya menyentuh pada hakikat, esensi dan makna dari hari Sabat. Pada kasus yang pertama, Yesus menjawab protes dan kritikan orang Farisi dengan mengutip kejadian penting di masa Daud terkait dengan memakan roti kudus (1 Sam.21:1-6). Dalam kisah ini, secara ringkas diceritakan bahwa ketika Daud dan pasukannya kelaparan, Daud meminta roti kepada Imam. Di rumah Allah pada waktu itu tidak ada roti selain roti kudus bagi Tuhan. Roti itu pun diberikan oleh Imam kepada Daud karena mereka sangat kelaparan. Syaratnya, Daud dan pasukannya harus dalam keadaan tahir. Daud dan pasukannya pun memenuhi syarat itu. Kisah ini dikatakan Yesus kepada orang Farisi untuk membuat mereka sadar pada kebutuhan sesama di sekitarnya. Pada kasus yang kedua, Yesus merespon dengan memberikan sebuah pertanyaan retoris kepada orang banyak di tempat itu. Manakah yang diperbolehkan berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan atau membunuh orang? Pertanyaan yang seharusnya dengan mudah dijawab. Apalagi mereka sedang berada di rumah Allah. Mereka tahu jawabannya tetapi memilih diam seribu bahasa. Sunguh ironis. Dalam hal ini, Yesus melihat secara jelas kedegilan hati mereka. Oleh karena itu, Yesus pada akhirnya menyembuhkan orang yang tangannya mati sebelah itu.

Menurut William Barclay, kata Yunani yang dipakai menunjukkan bahwa tangan orang ini tidak lumpuh sejak lahir. Tangannya lumpuh karena sebuah penyakit. Menurut tradisi, orang ini merupakan seorang tukang batu. Ia datang meminta tolong kepada Tuhan Yesus karena ia tidak dapat bekerja kalau tangannya mati sebelah. Ia tidak mau mengemis karena keadaanya. Ia mau bekerja. Inilah konteksnya. Itu sebabnya ia segera disembuhkan oleh Yesus, meskipun itu adalah hari Sabat.

Dalam kedua kasus tersebut, Yesus menyampaikan sebuah pengajaran bahwa hari Sabat dengan semua peraturannya, sejatinya diperuntukkan bagi manusia dengan segala kebutuhan dan keadaannya masing-masing. Manusia tidak seharusnya dikendalikan dan ditentukan oleh peraturan hari Sabat, tetapi hari Sabat haruslah menolong dan mendorong manusia untuk melihat sesamanya sebagai ciptaan Allah yang berharga. Dengan demikian, peraturan hari Sabat tidak boleh membelenggu dan menjadi penghalang manusia untuk melakukan karya baik. Yesus menekankan kembali jiwa dari hari Sabat, yakni hidup yang selalu terhubung dengan Tuhan dan membuahkan tindakan yang berguna dan membangun bagi orang lain. Yesus mau manusia mengalami hari Sabat yang sejati. Perintah “Ingat dan kuduskanlah hari Sabat”, tidak boleh dimaknai hanya sebatas ritual peribadatan, tetapi harus menjadi ibadah yang sejati, berupa kasih kepada Tuhan dan sesama.

Merujuk pada pengajaran Yesus ini, maka baiklah bila kita sedang berada pada pokok boleh atau tidak boleh mengingat pesan pastoral rasul Paulus ini: “Segala sesuatu diperbolehkan”. Benar, tetapi tidak semua berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan,” tetapi tidak semua membangun. Jangan seorang pun mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain (1 Kor.10:23). Amin.

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
18 Orang Membaca