Bacaan: Lukas 13:31-35
Perjalanan ke Yerusalem adalah sebuah perarakan, sebab bagi orang Israel Yerusalem adalah kota Allah dan pusat kehidupan iman mereka. Akan tetapi yang sedang Yesus alami adalah sebaliknya, perarakan itu terhalangi oleh maksud-maksud pribadi dari kepentingan duniawi. Dalam perikop ini, Yesus sedang berada di wilayah kekuasaan Herodes Antipas, tepatnya di Galilea atau Perea. Keberadaan Yesus membuat gerah Raja Herodes. Yesus disinyalir sebagai Yohanes yang ‘bangkit’ kembali atau bahkan Elia (Luk.9:9) yang tentunya sangat berbahaya bagi posisi politisnya. Sangat mungkin, Herodes menginginkan Yesus hengkang dari wilayahnya. Sementara di pihak lain, orang-orang Farisi juga tidak menyukai kehadiran Yesus oleh karena Yesus selama ini telah merusak reputasi mereka sebagai pemimpin agama dan pemelihara tradisi Yudaisme. Di sini dua kepentingan sekaligus bertemu: politis dan agama; kepentingan Raja Herodes dan orang Farisi, hasilnya mereka bersekongkol.
Orang-orang Farisi itu seolah berbuat ingin melindungi Yesus dari rancangan pembunuhan Herodes, “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” (Luk.13:31).
Sebuah halangan besar yang tentu bisa mengubah rencana perjalanan. Jika berada di posisi tersebut, kita mungkin akan berpikir beberapa kali sebelum mengambil keputusan, atau bahkan segera mengurungkan niat semula dan lebih memilih “jalan aman” (bdk. Jalan Terjal – Minggu Pra Paska 1).
Bukannya gentar, Yesus justru menghardik dengan pesan yang amat tajam. Ia menyebut Herodes, sang penguasa yang ditakuti itu sebagai binatang! Yesus tidak takut kepada kepentingan dunia atau sekelompok manusia yang licik, yang merusak, dan membinasakan. Namun Yesus memilih untuk fokus menyibukkan diri-Nya dengan kepentingan Allah. “Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang”
Yesus tidak undur dengan gertakan si serigala dan kawanannya, melainkan Ia tunduk pada rancangan dan pekerjaan Bapa. Bahkan dengan perhitungan waktu, pada hari ini dan besok sampai “pada hari ketiga” Yesus hendak menyampaikan bahwa sampai batas waktu yang dikehendaki oleh Bapa untuk mengakhirinya. Itulah yang menjadi kekuatan Yesus: Cinta Bapa dan keyakinan-Nya pada rencana Allah. Maka keberadaan dan perjalanan Yesus menjadi sebuah perarakan yang sejati, membawa keselamatan bagi dunia.
Yesus tidak menjadikan ancaman orang-orang yang ingin melenyapkan-Nya menjadi alasan untuk lari dari tugas dan tanggungjawab-Nya dalam menyelesaikan misi Bapa. Alih-alih ciut nyali, Ia semakin giat berpacu dengan waktu dalam melakukan tugas-Nya. Sebab bagi Yesus, kehadiran dan perjalanan-Nya adalah sebuah perarakan yang sejati. Yerusalem yang adalah pusat Israel dan seolah-olah mewakili seluruh Israel, menjadi inti kehidupan; namun telah tercemar oleh berbagai kepentingan. Namun di sanalah Yesus akan memulihkan hidup yang sejati, yakni Keselamatan yang datang dari pihak Allah sendiri. Maka pada hari ini, sebagai pribadi pun juga gereja-Nya, marilah kita berefleksi:
Ancaman dan tantangan apakah yang sedang meringtangi jalan hidup kita?
(1) Yesus mengajak kita untuk tetap fokus pada tugas panggilan dan iman kepada Allah. Yesus menjawab ancaman dengan kualitas pekerjaan, semangat menjalani dan merayakan kehidupan serta pelayanan yang memuliakan Tuhan – di sanalah kita mesti mengarahkan hati kita sebab Hidup yang Sejati telah Allah nyatakan dalam Anugerah yang menyelamatkan kita.
(2) Sebagaimana perarakan ke Yerusalem menjadi sebuah ziarah iman, maka bersama Yesus marilah kita melihat hidup kita ini sebagai sebuah perjalanan iman yang mesti terus diperjuangkan. Yesus pun tidak menyesali tantangan dan kesulitan bahkan kematian yang dijalani-Nya kelak di Yerusalem sebab terlebih besar Cinta-Nya bagi kita. Kendati berhadapan dengan kesulitan dan masalah, Yesus tahu bahwa Bapa-Nya mencintai Dia. Demikian juga dengan hidup kita di hari ini, jangan kalah dan menyerah, sebab Allah tetap dan senantiasa mencintai kita. Let’s move!
Pdt. Michael Chandra Wijaya