BAIT ALLAH YANG SEJATI
Dipublikasikan pada 03 Maret 2024
5 min baca

Bacaan: Keluaran 20:1-17; Yohanes 2:13-22

Dari Alkitab, kita mendapat gambaran bahwa Allah dapat hadir dalam dua gaya yang berbeda. Gaya yang pertama, Allah hadir dengan menyenangkan karena menganugerahkan pengampunan, perlindungan dan berkat bagi umat-Nya. Gaya yang kedua, Allah hadir dengan menyeramkan karena mengancam dan menghukum manusia yang berpikir jahat, bertindak jahat dan keburukan lain. Hal yang menarik adalah kenyataan bahwa ternyata cukup banyak orang yang lebih suka memberitakan Allah dan kemarahan-Nya. Ingat saja Yunus yang begitu bersemangat memberitakan kemarahan Allah kepada masyarakat Niniwe. Yunus berikutnya menjadi begitu kecewa ketika Allah lebih ingin menunjukkan kemurahan hatinya ketimbang kemarahan-Nya.

Daaann…dalam bacaan Injil hari ini kita mendapati Yesus yang marah di Bait Allah. Lalu bagaimana kita harus merenungkannya?

Pertama, cerita kemarahan selalu diikuti dengan cerita kemurahan Allah.

Saudari-saudara, memang benar bahwa Alkitab menyebutkan tentang kemarahan Allah. Namun sadari pulalah bahwa bukti-bukti kemarahan Allah tak pernah menjadi bukti tunggal. Lihatlah bagaimana rangakaian kisah Yesus di bait Allah. Ketika Dia datang untuk merayakan Paskah di Yerusalem Yesus marah, Yohanes 2:15-16 menyebut,

“Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Allah dengan semua domba dan lembu mereka. Uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata, “Ambil semuanya dari sini! Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan!”

Kemarahan Yesus ini disebabkan oleh karena terjadinya perdagangan hewan kurban di halaman Bait Allah. Untuk kita ingat bersama bahwa halaman bait Allah adalah tempat di mana orang non-Israel dapat beribadah kepada Allah. Sebab mereka tak diperkenankan memasuki bagian halaman untuk kaum Perempuan dan halaman untuk kaum laki-laki Israel apalagi bagian Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Dengan terjadinya perdagangan di halaman, maka kesempatan bagi bangsa asing untuk beribadah kepada Allah menjadi sangat terbatas dan penuh gangguan. Yesus tak rela keserakahan menguasai bathin umat Allah.

Keserakahan ini bukan hanya soal memakan lahan peribadahan sesamanya, namun juga muncul dalam perdagangan yang penuh kecurangan. Mereka yang membawa hewan kurban sendiri namun dinyatakan tak layak akan diharuskan membeli hewan kurban yang ada di halaman itu dengan harga yang berlipat. Demikian pula dengan mereka yang hendak mempersembahkan uang harus menukar dengan mata uang dirham dengan nilai tukar yang tinggi dan memberatkan umat yang mau beribadah.

Maka kemarahan Yesus sejatinya lebih merupakan ekspresi kemurahan hati-Nya bagi mereka yang tergolong sebagai sang liyan – orang asing dan juga kemurahan hati bagi semua umat yang dihimpit keserakahan sesamanya saat hendak menyembah Allah. Kemurahan hati Allah ini tercurah bagi umat yang mau hidup dalam kekudusan dan kebenaran.

Kedua, Allah setia memelihara kekudusan dan kebenaran umat

Dalam Keluaran 20:1-17 kita berjumpa dengan sepuluh perintah Tuhan. Sepuluh perintah ini dimulai dengan sebuah kalimat penginat bagi umat. “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.” Ini sebuah penegasan bagi umat bahwa Allah sedemikian setia. Ia yang sudah menyelamatkan itu kini ingin terus menyertai dan menjaga hidup umat dalam kebenaran-Nya. Maka sepuluh perintah adalah petunjuk mengenai cara merespons kesetiaan Allah. Umat dapat merespons dengan bertindak setia dan taat pada perintah Allah.

Saat kita kembali pada Injil maka kita temukan komitmen Allah ini makin nyata dalam ucapan Yesus berikutnya di bait Allah. Saat Yesus berkata, “Runtuhkanlah Bait Suci ini, dan dalam tiga hari Aku akan membangunnya,” Yesus sedang menghubungkan diri-Nya sebagai Bait Allah yang sejati. Yesus rela bahwa diri-Nya akan turut hangus/diruntuhkan demi menyucikan dan memelihara kekudusan serta kebenaran umat-Nya. Tak semua langsung bisa memahami, namun ketika dapat memahaminya maka sejatinya semua dapat menghayati bahwa Yesus telah menyucikan kita semua. Kita yang telah disucikan-Nya dilayakkan-Nya menjadi bait suci-Nya. Sebagaimana dikatakan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 6:19-20 “Atau tidak tahukah kamu bahwa tubuh kamu adalah bait Roh Kudus yang tinggal diam di dalam kamu, Roh yang kamu peroleh dari Allah? …. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!”

Maka panggilan kita selanjutnya adalah mengerjakan apa yang disebutkan oleh surat Titus 2:11-12, “Sebab sudah nyatalah anugerah Allah yang menyelamatkan semua manusia dan mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan saleh di dalam dunia sekarang ini.” Dengan kita mengerjakan kebenaran itu membuktikan kemurahan hati Allah bukan sesuatu yang murahan. Kemurahan Allah justru mendorong kita meninggalkan cara hidup yang murahan tanpa harus diancam dengan kemarahan Allah. Hanya sikap hidup yang ditopang oleh kemurahan Allah – Sang Bait Allah Sejati – saja yang membuat umat Tuhan dapat menghadapi tantangan hidup (kesalehan palsu, pengkhianatan, pementingan diri sendiri, dsb.).

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
10 Orang Membaca