DIAMPUNI ATAU TIDAK DAPAT DIAMPUNI
Dipublikasikan pada 09 Juni 2024
4 min baca

Bacaan: Markus 3:20-35

Salah satu hal yang paling sulit dilakukan manusia adalah menundukkan diri di bawah otoritas pihak lain. Banyak berita viral di media sosial tentang pengendara motor atau mobil yang ugal-ugalan, tapi marah-marah ketika ditegur oleh pihak berwajib.

Dalam perikop bacaan kita ada dua kontestasi. Kontestasi pertama adalah antara Yesus melawan iblis, yang terlihat melalui struktur khiasme: (A) Orang banyak, ay 20, (B) Keluarga Yesus, ay 21, (C) Ahli-ahli Taurat, ay 22, (D) Kekalahan iblis, ay 23-27, (C’) Ahli-ahli Taurat, ay 28-30, (B’) Keluarga Yesus, ay 31-33, (A’) Orang banyak, ay 34-35. Dalam struktur khiasme ini hal kekalahan iblis (ay. 23-27) merupakan pesan utama yang ingin ditekankan.

Jika kita membaca perikop-perikop sebelumnya, maka kita bisa menemuk berbagai kisah mujizat serta pengusiran setan yang dilakukan Yesus. Menanggapi hal ini orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat kemudian mencari cara untuk menjatuhkan Yesus. Dan cara yang mereka anggap ampuh adalah memfitnah bahwa Yesus melakukan mujizat karena kuasa iblis, bukan kuasa Allah. Fitnah ini sebenarnya membawa risiko besar bagi musuh-musuh Yesus sendiri, sebab di dunia ini hanya ada dua pihak yang punya kuasa melakukan perkara-perkara supranatural, yaitu Allah dan iblis. Artinya, kalau musuh-musuh Yesus bisa membuktikan bahwa Yesus adalah iblis maka amanlah mereka karena tuduhan mereka benar adanya. Tapi sebaliknya, jika ternyata Yesus bukan iblis, maka hanya tersisa satu kemungkinan, bahwa Dia memang benar adalah Allah. Di sinilah jawaban Yesus dalam ay 23-27 menjadi penting. Yesus menegaskan bahwa Ia tidak mungkin berasal dari iblis karena tidak mungkin iblis melawan iblis sendiri. Tapi kalau Yesus bukan iblis, maka itu berarti Yesus adalah Allah.

Betapa sering kita juga bersikap seperti musuh-musuh Yesus. Kita tidak mau menundukkan diri di bawah otoritas Yesus. Kita tahu Tuhan menginginkan A, tapi kita sengaja melakukan B. Kita tahu Tuhan melarang kita melakukan C, tapi kita melakukannya. Inilah yang dimaksudkan dosa yang tidak dapat diampuni. Bukan karena Tuhan tidak mau mengampuni atau tidak punya kuasa untuk mengampuni, tetapi karena kita sendiri yang menjadikan diri kita tak terampunkan. Kita tidak mau mengakui otoritas Tuhan, sehingga akibatnya kita terus menerus melakukan banyak dosa. Sama seperti residivis yang keluar masuk penjara karena tidak mau bertobat dan terus menerus melanggar peraturan. Akibatnya, ia sama seperti narapidana yang dihukum penjara seumur hidup sebab hidupnya juga dihabiskan di dalam penjara karena pelanggaran-pelanggaran yang ia lakukan.

Menariknya, Yesus tidak hanya menggaris-bawahi fakta bahwa Ia memiliki otoritas di atas iblis, tapi juga bahwa Ia pun memiiki otoritas di atas segala macam ikatan keluarga duniawi. Ketika keluargaNya datang dan menuduhnya sudah tidak waras lagi, maka Yesus menunjuk pada orang banyak sebagai keluarganya. Jati diri rohani kita sebagai murid-murid Kristus adalah jati diri yang melampaui segala macam jati diri duniawi. Ketika kita mengaku percaya pada Kristus maka kita tidak lagi terikat pada segala bentuk identitas duniawi karena kita sudah mendapatkan identitas baru yang melampaui segala macam bentuk identitas duniawi. Orang-orang bisa saja tidak tahu siapa ayah/ibu kita, tapi semua orang harus bisa melihat diri kita sebagai murid-murid Kristus. Dan kriteria utama dalam persaudaraan baru dengan jati diri yang baru ini adalah, “Siapa saja yang melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan, dan ibu-Ku.” Tuhan Yesus memberkati. (PSW)

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
9 Orang Membaca