Bacaan: Roma 6:12-23
Ada dua macam perhambaan, yaitu hamba kebenaran dan hamba kecemaran. Ada dua pilihan hidup: hidup benar atau hidup cemar. Mana yang kita pilih? Saya sangat percaya dan yakin bahwa kita semua pasti memilih untuk menjadi hamba kebenaran dan menjalani hidup yang benar, amit-amit terhadap hamba kecemaran dan hidup yang cemar! Tetapi, di dunia yang penuh cemar ini, mudahkah kita mewujudkan hidup yang saleh dan benar? Marilah belajar melalui pesan pastoral Paulus.
Paulus menggunakan dua contoh yang menarik ketika berbicara berkenaan hidup kita sebagai orang yang telah mati dan bangkit dengan Kristus. Pertama, hamba kebenaran dan hamba kecemaran. Kedua, senjata kelaliman dan senjata kebenaran. Paulus tampaknya ingin memberikan gambaran dari dampak yang ditimbuklan oleh senjata, tergantung kepada siapa dan bagaimana penggunaannya. Senjata tidak digunakan oleh masyarakat secara umum dan dalam kehidupan sehari-hari. Hanya seorang prajurit sajalah yang boleh menggunakan senjata, itu pun dalam peperangan. Istilah “senjata kelaliman” yang digunakan oleh Pulus ketika menggambarkan seseorang yang menyerahkan dirinya kepada keberdosaan memperlihatkan betapa dosa akan memberikan dampak mengerikan yang besar kepada orang lain. Konsekuensinya bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga akan melukai bahkan membunuh orang lain. Dalam konteks ini, kecemaran sepaket dengan kedurhakaan. Dengan demikian, orang yang hidupnya menghamba pada berbagai macam kecemaran, pada hakikatnya ia bertindak durhaka kepada Tuhan. Ia ingkar terhadap perintah Tuhan, membelot, durjana, jahil, mungkar, murtad, subversive. Lebih dari itu, sesungguhnya ia mengingkari kodratnya sebagai yang segambar dan serupa dengan Allah. Pada saat yang sama, istilah “senjata kebenaran” memperlihatkan gambaran dampak yang sebaliknya. Ketika seseorang digunakan Allah untuk menjadi perpanjanagn tangan-Nya, dampak baiknya pun akan menjadi sangat luas.
Dengan memperlihatkan perbandingan kedua gambaran tersebut, Paulus ingin menajamkan dan memberikan penegasan tentang pilihan hidup, bahkan panggilan hidup umat, yakni hidup sebagai hamba kebenaran. Sebab itu, dibagian akhir ditegaskan perihal konsekuensi dari kedua hal tersebut. Kesudahan kecemaran ialah kematian. Upah dosa ialah maut. Sedangkan kesudahan hidup yang benar ialah hidup yang kekal. Dengan menunjukkan hal ini, Paulus ingin menarik umat pada pilihan yang benar di tengah dunia yang cemar, yaitu hidup benar.
Apa dasar dan landasan hidup benar? Ini sangat bertumpu pada bagaimana cara kita memandang diri dan kehidupan kita. Pandangan teologis atas hidup menjadi pusat dari hidup benar. “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Rm.6:11). Hanya dengan cara pandang ini kita akan dapat menjadi hamba kebenaran. Dosa tidak akan berkuasa lagi dalam tubuh kita yang fana. Dan kita, sebagai orang-orang yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup, akan dapat menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah untuk dipakai sebagai senjata kebenaran.
Amin.
*Pdt. Setyahadi